Tuesday, May 08, 2007
dinamika
Mendukung Salah Satu Kandidat Bupati Maluku Tengah,
Kader Ancam Somasi Ketua Umum HIPPMAP
Kader Ancam Somasi Ketua Umum HIPPMAP
Masyarakat di Kabupaten Maluku Tengah, khususnya yang terpolarisasikan dalam sekat-sekat kepentingan pemihakan atas calon Bupati Maluku Tengah, untuk satu pekan menjelang Pilkada langsung yang bakalan digelar pada 15 Mei 2007 untuk memilih Bupati Maluku Tengah sebagai 'pemimpin' mereka, mungkin tengah merasakan 'ketegangan' impuls kesadaran politiknya kala menghirup udara dan menikmati dentingan sang waktu yang mendulum perlahan menghampiri hari H dalam rangka menyalurkan hak politiknya sebagai warga negara yang terkerangkengkan mekanisme demokrasi pasca transisi sistem kenegaraan kita. Demikian halnya dengan sebagian kader HIPPMAP di Makassar. Mereka sedang berjingkrak dalam permainan lumrah kelembagaan yang bertampang dinamika. Dinamika yang dimaksud adalah 'perang posisi dan komitmen' diantara sesama kader.
Bermula dari keputusan 'sepihak' dari Ketua Umum HIPPMAP yang mengatasnamakan forum kekuasaan lembaga dalam pertemuan beberapa anggota (kurang dari sepuluh orang) pada Ahad, 5 Mei 2007 di kediaman salah satu peserta rapat. Mereka, plus Ketua Umum HIPPMAP memutuskan mendukung Ir. Abdullah Tuasikal sebagai Bupati Maluku Tengah dalam pemilihan kali ini. Akibat sikap 'sepihak' dan terburu-buru ini maka Ketua Umum HIPPMAP diancam akan disomasi oleh beberapa kader HIPPMAP yang menganggap lemah legitimasi keputusan tersebut. Berikut petikan pernyataan dari kader sekaligus anggota Majelis Pertimbangan Organisasi, Rus'an Latuconsina. "Itu adalah sebuah sikap kekanak-kanakan karena mengambil keputusan politik mengatasnamakan lembaga dengan tidak melakukan analisis yang lebih mendalam atas objek masalah, khususnya analisis yang lebih holistik yang berangkat dari jiwa perjuangan yang meruap dari konstitusi HIPPMAP yang baru. Supaya diketahui, konstitusi kita yang baru sangat jelas dalam pemihakan politiknya, yakni pembelaan atas nilai-nilai keadilan dan kebenaran universal serta pemihakan atas kaum mustadhafin. Sementara pertimbangan yang dipakai, menurut klarifikasi dari saudara Ketua Umum, legitimasi keputusan pertemuan itu hanyalah atas pertimbangan pragmatisme sempit. Ini berarti konstitusi HIPPMAP dikangkangi. Mungkin karena Ketua Umum juga tidak memahami konstitusi. Nah, mengangkangi konstitusi berarti sebuah pelanggaran besar. Makanya, kami akan menggalang kekuatan kader-kader HIPPMAP yang sebagian besarnya tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut dengan sebuah dalih ketidakhadiran, padahal terkesan mereka memanfaatkan tanggal tua (tidak ada ongkos, Red) untuk itu".
"Kami akan menggugat Ketua Umum. Kami akan mensomasinya sebagai sebuah sikap penyelamatan atas penyelewengan konstitusi dan nama baik organisasi. Kami akan menuntut dia (Ketua Umum, Red) untuk menarik kembali dukungan politik tersebut, kemudian meminta maaf kepada seluruh kader HIPPMAP. Kalau langkah ini tidak digubris, maka satu-satunya jalan adalah mendesak supaya dia meletakkan jabatannya sebagai Ketua Umum HIPPMAP. Karena kami tidak mau HIPPMAP dijadikan kerbau tunggangan politik oleh pihak-pihak yang mempunyai interes politik, apalagi persoalan ini akan berefek domino terhadap stabilitas sosial masyarakat Pelauw. Makanya, saya juga curiga terhadap statemen persuasi untuk menggiring kepada satu calon tertentu dengan memanfaatkan sentimen primordial generasi muda Pelauw. Ini menurut Hannah Arendt adalah sebuah injeksi kesadaran palsu, pembodohan, banality of evil, yang biasanya dilakukan terhadap rakyat dengan alat propaganda dan juga teror, yang dalam hal ini biasanya memiliki spektrum yang luas. Bukan berarti kami tidak mendukung Bapak Ir. Abdullah Tuasikal ataupun Bapak Drs. Djusuf Latuconsina. Persoalannya adalah cara yang dipakai teman-teman untuk mendukung itu terlalu primitif. Coba adakan rapat anggota dan libatkan banyak orang. Kita di sini kan lebih dari enam puluh orang Pelauw. Berarti teman-teman, khususnya Ketua Umum telah menyikut kesempatan berpendapat dari teman-teman yang lain. Yang hadir pada saat itu, kalau mau dikalkulasi kasarnya, sekitar lima persen saja dari jumlah anggota. Apalagi pertemuan yang diadakan itu pun bukanlah rapat anggota maupun rapat Badan Pengurus. Padahal legitimasi keputusan lembaga ada pada kedua forum tersebut, selain Nusama. Sekali lagi, untuk kasus Pilkada ini, kita dihadapkan pada pilihan dilematis. Salah bersikap, kita menzalimi masyarakat. Ingat, kebesaran orang Pelauw hanya terletak pada seberapa kuat nilai kebenaran dan keadilan itu bersemayam di dalam intuisi rasional (fu'ad) kita dan seberapa teguh kepalan tangan kita menggenggamnya dan memperjuangkannya".
Bermula dari keputusan 'sepihak' dari Ketua Umum HIPPMAP yang mengatasnamakan forum kekuasaan lembaga dalam pertemuan beberapa anggota (kurang dari sepuluh orang) pada Ahad, 5 Mei 2007 di kediaman salah satu peserta rapat. Mereka, plus Ketua Umum HIPPMAP memutuskan mendukung Ir. Abdullah Tuasikal sebagai Bupati Maluku Tengah dalam pemilihan kali ini. Akibat sikap 'sepihak' dan terburu-buru ini maka Ketua Umum HIPPMAP diancam akan disomasi oleh beberapa kader HIPPMAP yang menganggap lemah legitimasi keputusan tersebut. Berikut petikan pernyataan dari kader sekaligus anggota Majelis Pertimbangan Organisasi, Rus'an Latuconsina. "Itu adalah sebuah sikap kekanak-kanakan karena mengambil keputusan politik mengatasnamakan lembaga dengan tidak melakukan analisis yang lebih mendalam atas objek masalah, khususnya analisis yang lebih holistik yang berangkat dari jiwa perjuangan yang meruap dari konstitusi HIPPMAP yang baru. Supaya diketahui, konstitusi kita yang baru sangat jelas dalam pemihakan politiknya, yakni pembelaan atas nilai-nilai keadilan dan kebenaran universal serta pemihakan atas kaum mustadhafin. Sementara pertimbangan yang dipakai, menurut klarifikasi dari saudara Ketua Umum, legitimasi keputusan pertemuan itu hanyalah atas pertimbangan pragmatisme sempit. Ini berarti konstitusi HIPPMAP dikangkangi. Mungkin karena Ketua Umum juga tidak memahami konstitusi. Nah, mengangkangi konstitusi berarti sebuah pelanggaran besar. Makanya, kami akan menggalang kekuatan kader-kader HIPPMAP yang sebagian besarnya tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut dengan sebuah dalih ketidakhadiran, padahal terkesan mereka memanfaatkan tanggal tua (tidak ada ongkos, Red) untuk itu".
"Kami akan menggugat Ketua Umum. Kami akan mensomasinya sebagai sebuah sikap penyelamatan atas penyelewengan konstitusi dan nama baik organisasi. Kami akan menuntut dia (Ketua Umum, Red) untuk menarik kembali dukungan politik tersebut, kemudian meminta maaf kepada seluruh kader HIPPMAP. Kalau langkah ini tidak digubris, maka satu-satunya jalan adalah mendesak supaya dia meletakkan jabatannya sebagai Ketua Umum HIPPMAP. Karena kami tidak mau HIPPMAP dijadikan kerbau tunggangan politik oleh pihak-pihak yang mempunyai interes politik, apalagi persoalan ini akan berefek domino terhadap stabilitas sosial masyarakat Pelauw. Makanya, saya juga curiga terhadap statemen persuasi untuk menggiring kepada satu calon tertentu dengan memanfaatkan sentimen primordial generasi muda Pelauw. Ini menurut Hannah Arendt adalah sebuah injeksi kesadaran palsu, pembodohan, banality of evil, yang biasanya dilakukan terhadap rakyat dengan alat propaganda dan juga teror, yang dalam hal ini biasanya memiliki spektrum yang luas. Bukan berarti kami tidak mendukung Bapak Ir. Abdullah Tuasikal ataupun Bapak Drs. Djusuf Latuconsina. Persoalannya adalah cara yang dipakai teman-teman untuk mendukung itu terlalu primitif. Coba adakan rapat anggota dan libatkan banyak orang. Kita di sini kan lebih dari enam puluh orang Pelauw. Berarti teman-teman, khususnya Ketua Umum telah menyikut kesempatan berpendapat dari teman-teman yang lain. Yang hadir pada saat itu, kalau mau dikalkulasi kasarnya, sekitar lima persen saja dari jumlah anggota. Apalagi pertemuan yang diadakan itu pun bukanlah rapat anggota maupun rapat Badan Pengurus. Padahal legitimasi keputusan lembaga ada pada kedua forum tersebut, selain Nusama. Sekali lagi, untuk kasus Pilkada ini, kita dihadapkan pada pilihan dilematis. Salah bersikap, kita menzalimi masyarakat. Ingat, kebesaran orang Pelauw hanya terletak pada seberapa kuat nilai kebenaran dan keadilan itu bersemayam di dalam intuisi rasional (fu'ad) kita dan seberapa teguh kepalan tangan kita menggenggamnya dan memperjuangkannya".
Subscribe to Posts [Atom]